This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 26 April 2016

Hukum Perburuhan Indonesia

Hukum Perburuhan Indonesia

1.      Pengertian Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan

Hukum perburuhan atau ketenagakerjaan (Labour Law) adalah bagian dari hukum berkenaan dengan pengaturan hubungan perburuhan baik bersifat perseorangan maupun kolektif. Secara tradisional, hukum perburuhan terfokus pada mereka (buruh) yang melakukan pekerjaandalam satu hubungan subordinatif (dengan pengusaha/majikan).
Dalam kepustakaan internasional, galibnya kajian Hukum Perburuhan terbagi ke dalam 3 bagian:
a.       Hukum Hubungan Kerja Individual (Individual Employment Law);
b.      Hukum Perburuhan Kolektif (Collective Labour Law);
c.       Hukum Jaminan Sosial (Sosial Security Law).
Sejak awa abad ke-21, perundang-undangan dalam bidang kajian Hukum Perburuhan direstrukturisasi dan dibagi kedalam 3 legislasi utama.
·         Undang-Undang (UU) No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
·         UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
·         UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indutrial.

2.      Sejarah Hukum Perburuhan

Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Sejak abad pertengahan, di perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang pekerjaan tertentu.
Revolusi Perancis (1795) menjadi symbol tuntutan dari kelompok baru masyarakat modern yang mulai muncul: proklamir keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan berdagang. Perserikatan kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan.
Napoleon menyebarkan ide baru tentang hukum demikian ke seluruh benua Eropa. Meskipun demikian, selama kurun abad ke-19 tampaknya kebebasan-kebebasan baru tersebut hanya dapat dinikmati sekelompok kecil masyarakat elite yang kemudian muncul. Mereka terpaksa menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh kelompok kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga dan anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang.
Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi mereka perihal kontrak atau perjanjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep dari Hukum Romawi. Satu prinsip baru diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah pihak yang lebih lemah dan sebab itu memerlukan perlindungan hukum.
Hugo Sinzheiner, guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama kali mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (work council) yang juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada abad ke-20.
Pada akhir Perang Dunia Pertama, revolusi social di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa diperlukan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam perjanjian perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of Versailles) pada 1919 dibentuklah the Internasional Labour Organisation (ILO). Pendirian organisasi perburuhan internasional ini dilandaskan kepercayaan bahwa perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun berdasarkan keadilan sosial.
Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran eksperimen sosialis di negara-negara Eropa Timur mendorong gerakan liberalisasi. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih memperhatikan pemajuan hak-hak sosial. ILO mendorong dan mendukung perkembangan sosial di negara-negara berkembang.

3.      Perkembangan Terkini dalam Pasar Tenaga Kerja Indonesia

Pasar tenaga kerja Indonesia berubah cepat akhir-akhir ini. Jumlah pekerja yang terlibat dalam proses produksi meningkat pesat karena Indonesia berkembang menjadi negara indutri baru. Mata pencaharian mayoritas masyarakat tidak lagi di lading dalam bidang bpertanian-perternakan namun justru berpindah ke pabrik-pabrik (indutri). Banyak korporasi besar tertarik menanamkan modal mereka di Indonesia karena dua hal yaitu, kekayaan sumberdaya alam dan melimpahnya tenaga kerja murah.

4.      Karakteristik (cirri-ciri) Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan

A.    Lebih banyak aturan hukum yang bersifat kolektif
Banyak disiplin atau bidang ilmu hukum galibnya hanya mengatur hubungan antara warga masyarakat atau korporasi/organisasi satu sama lain.
B.     Mengkompensasikan ketidaksetaraan (perlindungan pihak yang lemah)
Hukum perburuhan beranjak dari pengakuan bahwa buruh dalam realitas relasi ekonomi bukanlah pihak yang berkedudukan setara dengan majikan.
C.    Pengintegerasian hukum privat dan hukum publik
Hukum perburuhan dapat dipandang sebagai bagian hukum keperdataanmaupun hukum publik, atau sebaliknya dianggap sebagai cabang atau disiplin hukum mandiri.
D.    Sistem khusus berkenaan dengan penegakan
Penegakan hukum perburuhan memiliki sejumlah cirri khusus. Di banyak negara dapat kita temukan Inspektorat Perburuhan bertanggung jawab untuk mengawasi implementasi dan penegakan dari bagian-bagian tertentu hukum perburuhan.

5.      Tempat atau kedudukan hukum perburuhan dalam system hukum

Satu ciri khusus hukum Perburuhan ialah bahwa cabang ini merupakan percabangan hukum yang sangat fungsional (fungsional field of law) yang mengkombinasikan semua percabangan hukum lainnya berkenaan dengan tema khusus bekerja di bawah majikan. Juga dapat dikatakan bahwa Undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur kontrak demikian harus kita cakupkan ke dalam hukum publik. Bagian-bagian tertentu hukum perburuhan juga kita temukan di atur di dalam Hukum Pidana, Hukum Acara dan Hukum Pajak. Disamping itu juga harus kita perhatikan bahwa sebagian sumber Hukum Perburuhan adalah hukum internasional.

6.      Sumber-sumber hukum dari Hukum Perburuhan

Dalam hukum perburuhan Indonesia saat ini, sumber hukum terpenting dalam bentuk perundang-undangan ialah:
·         Undang-undang Ketenagakerjaan
·         Undang-undang tentang Serikat Pekerja/Buruh
·         Undang-undang tentang Penyelesaian  Perselisihan Hubungan Industial.
Ketiga pilar di atas membentuk inti dari Hukum Perburuhan Indonesia dan menjadi pokok bahasan. Kendati begitu perlu pula dicermati bahwa sumber-sumber hukum lainnya juga harus dirujuk dan berperan dalam penyelesaian perselisihan perburuhan.
            Secara umum, sumber-sumber hukumyang terpenting ialah:  
·   Perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia.
·         Undang-undang Dasar 1945.
·         Perundang-undangan untuk hal-hal khusus.
·         Peraturan dan Keputusan Mentri.
·         Kesepakatan kerja bersama.
·         Peraturan kerja yang ditetapkan perusahaan.
·         Perjanjian kerja individual.
·         Instruksi oleh majikan/pemberi kerja.
·         Doktrin Hukum.



Sumbernya:

Ebook: Bab-bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia editor Guus Heerma van Voss dan Surya Tjandra

Pembahasan Kasus PHK Dominasi Masalah Perburuhan di Jawa Tengah

Pembahasan Kasus PHK Dominasi Masalah Perburuhan di Jawa Tengah

TEMPO Interaktif, Semarang - Direktur Yayasan Wahyu Sosial Semarang, Khotib, menyatakan selama 2009 masalah perburuhan di Jawa Tengah didominasi banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). "Dengan alasan efisiensi, pengusaha dan perusahaan seenaknya mem-PHK para buruhnya," kata Khotib di kantornya, Senin (28/12). Khotib menyatakan para pengusaha lebih suka pakai atau malahan lebih mendorong sistem kerja kontrak dari pada pakai sistem buruh tetap. Meski praktek itu diperbolehkan sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tapi perubahan status itu sangat merugikan kalangan buruh. Parahnya lagi, PHK yang dilakukan perusahaan itu rata-rata dilakukan secara sepihak. "Keputusannya tidak melibatkan buruh," kata dia.
Selain kasus PHK, kasus perburuhan di Jawa Tengah adalah belum terjaminnya jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), perlindungan kesehatan buruh yang masih buruk, serta masih banyaknya buruh yang menerima upah tidak sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota yang sudah ditetapkan Gubernur Jawa Tengah.

Menurut KBBI:
            Buruh/bu·ruh/ n orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja.
Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar:
      Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja
      Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, dan persaingan pasar yang semakin ketat. Banyak perusahaan yang memilih menggunakan mesin atau robot untuk memaksimalkan kegiatan produksinya tidak cuman itu, bahkan ada pula perusahaan yang memilih mengurangi pekerja yang sudah lama (tua) dan mengganti dengan pekerja yang baru lulus SMA/K. karena hal tersebut, perusahaan mengeluarkan senjatanya berupa PHK.
PHK adalah singkatan dari kata pemutusan hubungan kerja yaitu pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Jika penyebabnya seperti 3 hal tadi, mungkin itu tidak menimbulkan masalah dan masih dapat diterima para pekerja. Namun seringkali penyebab PHK itu adalah hal yang tidak masuk akal, seperti: pengurangan pekerja namun tak berapa lama perusahaan itu membuka lowongan pekerjaan lagi.
Untuk mengatasi hal tersebut Pekerja atau buruh dilindungi haknya untuk terhindar dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan sepihak oleh pemilik modal. Kalaupun PHK tidak bisa dihindari, maka perundingan wajib dilakukan antara pihak buruh/pekerja dengan pihak perusahaan. Bila jalan keluar tidak juga ditemukan, maka perusahaan boleh melakukan PHK dengan catatan sudah ditetapkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang melakukan itu. Perlu diketahui bahwa perusahaan tidak boleh melakukan PHK atas dasar perbedaan pandangan atau bila seorang pekerja berhalangan kerja karena sakit.
Namun sering ada kasus di mana PHK tidak bisa dihindari karena perusahaan melakukan efisiensi tertentu di mana pengurangan buruh/karyawan menjadi hal mutlak yang harus dilakukan.
Bila demikian yang terjadi, maka ada sejumlah ketentuan tentang jumlah uang pesangon yang diatur di dalam pasal 156 ayat 1 UU 13/2013 mengenai ketenagakerjaan. Di dalam ayat tersebut tertulis dengan jelas bahwa pengusaha diwajibkan membayar uang penghargaan atau uang pesangon kepada pekerja yang mengalami PHK.
Meskipun seorang pengusaha tidak boleh memutuskan hubungan kerja secara sepihak, namun perusahaan tetap bisa melakukan hal tersebut. UU no. 13/2003 menyebut bahwa pihak perusahaan bisa melakukan pemutusan hubungan kerja bila terdapat kondisi sebagai berikut: 
  1. Pekerja mengundurkan diri atas kesadaran sendiri.
  2. Pengunduran diri karena kontrak kerja berakhir.
  3. Pengunduran diri dikarenakan usia pensiun.
  4. Pekerja yang mangkir terus menerus bisa menerima PHK.
  5. Perusahaan mengalami kerugian dan pada akhirnya harus ditutup karena bangkrut.
  6. Seorang pekerja yang ditahan pihak berwajib juga bisa diputuskan hubungan kerjanya.
  7. Bila pekerja melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan perusahaan, maka perusahaan bisa melakukan PHK. 




Sumbernya:






Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More