Selasa, 26 April 2016

Pembahasan Kasus PHK Dominasi Masalah Perburuhan di Jawa Tengah

Pembahasan Kasus PHK Dominasi Masalah Perburuhan di Jawa Tengah

TEMPO Interaktif, Semarang - Direktur Yayasan Wahyu Sosial Semarang, Khotib, menyatakan selama 2009 masalah perburuhan di Jawa Tengah didominasi banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). "Dengan alasan efisiensi, pengusaha dan perusahaan seenaknya mem-PHK para buruhnya," kata Khotib di kantornya, Senin (28/12). Khotib menyatakan para pengusaha lebih suka pakai atau malahan lebih mendorong sistem kerja kontrak dari pada pakai sistem buruh tetap. Meski praktek itu diperbolehkan sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tapi perubahan status itu sangat merugikan kalangan buruh. Parahnya lagi, PHK yang dilakukan perusahaan itu rata-rata dilakukan secara sepihak. "Keputusannya tidak melibatkan buruh," kata dia.
Selain kasus PHK, kasus perburuhan di Jawa Tengah adalah belum terjaminnya jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), perlindungan kesehatan buruh yang masih buruk, serta masih banyaknya buruh yang menerima upah tidak sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota yang sudah ditetapkan Gubernur Jawa Tengah.

Menurut KBBI:
            Buruh/bu·ruh/ n orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja.
Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar:
      Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja
      Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, dan persaingan pasar yang semakin ketat. Banyak perusahaan yang memilih menggunakan mesin atau robot untuk memaksimalkan kegiatan produksinya tidak cuman itu, bahkan ada pula perusahaan yang memilih mengurangi pekerja yang sudah lama (tua) dan mengganti dengan pekerja yang baru lulus SMA/K. karena hal tersebut, perusahaan mengeluarkan senjatanya berupa PHK.
PHK adalah singkatan dari kata pemutusan hubungan kerja yaitu pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Jika penyebabnya seperti 3 hal tadi, mungkin itu tidak menimbulkan masalah dan masih dapat diterima para pekerja. Namun seringkali penyebab PHK itu adalah hal yang tidak masuk akal, seperti: pengurangan pekerja namun tak berapa lama perusahaan itu membuka lowongan pekerjaan lagi.
Untuk mengatasi hal tersebut Pekerja atau buruh dilindungi haknya untuk terhindar dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan sepihak oleh pemilik modal. Kalaupun PHK tidak bisa dihindari, maka perundingan wajib dilakukan antara pihak buruh/pekerja dengan pihak perusahaan. Bila jalan keluar tidak juga ditemukan, maka perusahaan boleh melakukan PHK dengan catatan sudah ditetapkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang melakukan itu. Perlu diketahui bahwa perusahaan tidak boleh melakukan PHK atas dasar perbedaan pandangan atau bila seorang pekerja berhalangan kerja karena sakit.
Namun sering ada kasus di mana PHK tidak bisa dihindari karena perusahaan melakukan efisiensi tertentu di mana pengurangan buruh/karyawan menjadi hal mutlak yang harus dilakukan.
Bila demikian yang terjadi, maka ada sejumlah ketentuan tentang jumlah uang pesangon yang diatur di dalam pasal 156 ayat 1 UU 13/2013 mengenai ketenagakerjaan. Di dalam ayat tersebut tertulis dengan jelas bahwa pengusaha diwajibkan membayar uang penghargaan atau uang pesangon kepada pekerja yang mengalami PHK.
Meskipun seorang pengusaha tidak boleh memutuskan hubungan kerja secara sepihak, namun perusahaan tetap bisa melakukan hal tersebut. UU no. 13/2003 menyebut bahwa pihak perusahaan bisa melakukan pemutusan hubungan kerja bila terdapat kondisi sebagai berikut: 
  1. Pekerja mengundurkan diri atas kesadaran sendiri.
  2. Pengunduran diri karena kontrak kerja berakhir.
  3. Pengunduran diri dikarenakan usia pensiun.
  4. Pekerja yang mangkir terus menerus bisa menerima PHK.
  5. Perusahaan mengalami kerugian dan pada akhirnya harus ditutup karena bangkrut.
  6. Seorang pekerja yang ditahan pihak berwajib juga bisa diputuskan hubungan kerjanya.
  7. Bila pekerja melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan perusahaan, maka perusahaan bisa melakukan PHK. 




Sumbernya:






0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More